KRISIS 'ITTIBA

Krisis Ittiba’
Habib Abdullah bin Alwi al Haddad, dalam kitabnya Risalah al Mu’awanah wa al Muzhaharah wa al Mu’azarah li ar Raghibin min al Mu’minin fi suluk Thariq al Akhirah, menjelaskan,”Setiap orang yang tidak bersungguh sungguh dalam berpegang teguh kepada al Kitab dan Sunnah, dan tidak pula mencurahkan segala daya upayanya dalam berittiba’ (mengikuti dan meneladani) kepada Rasulullah SAW, sedangkan ia mengaku memiliki kedudukan di sisi Alloh SWT, maka jangan engkau menoleh dan cenderung kepadanya sekalipun orang tersebut dapat terbang diangkasa, berjalan diatas air, melangkah dengan sekejap mata, atau memiliki keanehan keanehan yang luar biasa, karena sesungguhnya semua itu banyak terjadi pada setan, ahli sihir, dukun, paranormal, peramal, dan selain mereka dari orang orang sesat.
Semua keanehan dan keluarbiasaan itu tidaklah keluar melainkan daripada istidraj (keluarbiasaan yang diberikan kepada orang orang  yang durhaka dan ingkar kepada Alloh SWT) dan talbis (tipuan) yang seolah olah karamah atau ta’yid (ma’unah atau pertolongan) dar Alloh SWT bagi mereka yang memiliki kelebihan itu. Orang orang yang tertipu semacam ini dan semisal mereka sesungguhnya hanyalah memperdaya orang orang awam dan bodoh, yang menyembah Alloh SWT dengan keraguan.
Adapun orang orang yang berakal dan para pemilik hati yang sempurna (ulama amilin dan awliya’ shalihin), mereka mengetahui bahwa perbedaan orang orang mukmin dalam kedekatannya kepada Alloh adalah berdasarkan perbedaan mereka di dalam berittiba’ kepada Rasulullah SAW. Dan bahwasanya setiap kali ittiba’ yang dilakukan lebih sempurna, maka kedekatan kepada Alloh pun lebih sempurna pula dan ma’rifah kepada Nya pun lebih besar dan agung.
Dan ketahuilah bahwa untuk mengembalikan semua urusan yang terjadi, baik perkara lahir ataupun bathin kepada al Kitab dan Sunnah , tidaklah dapat dilakukan dengan bebas oleh setiap orang. Karena hal itu hanya dikhususkan bagi para ulama yang rasikh (mendalam dan diakui) dalam keulamaannya. Oleh sebab itu, bila engkau lemah dalam suatu masalah, hendaklah engkau kembali kepada seseorang yang Alloh memerintahkanmu untuk kembali kepadanya dengan firman Nya, ‘…Maka bertanyalah kepada ahlu dzikri (orang yang mempunyai pengetahuan) jika kalian tidak mengetahui.’ (QS. An Nahl (16): 43).
Ahlu dzikri adalah para ulama yang memiliki ma’rifah kepada Alloh dan terhadap agama Alloh, yang amilun, mengamalkan ilmu mereka semata mata mencari ridha Alloh Ta’ala, Zahidun, zuhud terhadap dunia, yaitu orang orang yang tidak dilalaikan oleh perniagaan dan tidak pula oleh perdagangan dari mengingat Alloh Ta’ala, da’un ilallah, mengajak kepada Alloh, dengan jalan yang benar, dan mukasyafun, yang dikaruniai keterbukaan terhadap segala rahasia Alloh.”
Penjelasan Habib Abdullah bin Alwi al Haddad di atas paling tidak menegaskan dua hal penting yang harus senantiasa dijadikan sandaran dalam sikap keberagaman kita selaku umat Islam, sehingga peribadi kita menjadi pemeluk agama yang rahmatan lil ‘alamin. Pertama, ittiba’ yang sempurna kepada Rasulullah SAW. karena kadar ittiba’ seseorang kepada Rasulullah SAW menjadi patokan kedekatannya kepada Alloh. Semakin sempurna ittiba’nya kepada Rasulullah SAW, semakin dekat pula ia kepada Alloh SWT, dan demkian pula sebaliknya.
Kedua, ittiba’ kepada Rasulullah SAW, yang berarti berpegang teguh kepada Al Kitab dan Sunnah, tidaklah dengan serta merta setiap orang kembali dan menyerahkan segala urusan dan perkaranya langsung kepada Al Qur’an dan Sunnah, melainkan dengan ittiba’ kepada para ulama shalihin yang rasikhun dalam keulamaannya. Karena mereka adalah para pewaris kenabian yang mengajak kepada Alloh dengan ilmu dan jalan yang benar.
Bila akhir akhir ini semakin ramai gerakan takfir dan tabdi’ (mengkafirkan dan membid’ahkan) terhadap golongan yang dianggap tidak sepaham dengan kelompoknya, yang kemudian diantaranya melahirkan gerakan terorisme atas nama jihad dan agama, dan gerakan anti maulid, anti tahlil, dan anti ziarah kubur serta mengkafirkan para pelakunya, serta gerakan gerakan penyimpangan lainnya, hal itu tidak lain disebabkan karena di tubuh umat ini sedang terjadi krisis yang teramat menghawatirkan, yakni krisis ittiba’ kepada para ulama, yang berarti krisis ittiba’ kepada Nabi SAW, yang pada hakikatnya adalah krisis berpegang teguh kepada Al Kitab dan Sunnah Nabawiyah. Dan solusinya adalah berpegang teguh kepada Al Kitab dan Sunnah dengan berittiba’ kepada para ulama ‘amilin dan awliya shalihin, “…Maka bertanyalah kepada Ahlu dzikri (orang orang yang mempunyai pengetahuan) jika kalian tidak mengetahui.”
Wallaahu a’lam.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Biografi Singkat KH. Muhammad Anis Fu’ad Hasyim Buntet Cirebon

DOA-DOA MUNAJAT IMAM AL-GHAZALI

Amalan Supaya Cepat Mendapatkan Jodoh.